Surat Edaran Wali Kota Depok Mengimbau Manfaatkan Air Permukaan 

Merujuk sejumlah peraturan di sektor pengelolaan sumber daya air (SDA), yaitu undang-undang SDA, keputusan menteri, peraturan daerah, peraturan gubernur, tampak kuat dengan semangat menjaga kelestarian air. Perizinan eksploitasi air semakin selektif dan kesadaran pemanfaatan dan pengelolaan air tanah permukaan mengemuka. 

Terkini, menggembirakan, di Kota Depok, Jawa Barat, Wali Kota Mohammad Idris membuat kebijakan maju dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 660-I/295-Huk, Tentang Himbauan untuk Tidak Menggunakan Air Tanah, pada Kamis, 16 Juni 2022.

Menjadi konsiderasi surat edaran tersebut adalah, bahwa dalam rangka meningkatkan pengendalian pengambilan air tanah yang memberi dampak terjadinya keterbatasan kesediaan air tanah, penurunan permukaan air tanah , dan untuk menjaga kelestarian lingkungan serta melaksanakan ketentuan Pasal 153 ayat (2) huruf ‘i’ Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan Dan Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Bangunan Dan Izin Mendirikan Bangunan, maka bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 

  1. dihimbau agar tidak menggunakan air tanah; dan 
  2. mempergunakan fasilitas air bersih yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota Depok melalui Badan Usaha Milik Daerah Kota Depok (PT Tirta Asasta Depok (Perseroda)) yang menyelenggarakan sistem penyediaan air minum/bersih. Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Pengetatan Eksploitasi Air Tanah

Dari sejumlah pasal dariUU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, diantaranya merujuk pada Pasal 51 yang menyebutkan bahwa izin penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha dapat diberikan kepada pihak swasta setelah memenuhi syarat tertentu dan ketat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf ‘f’ paling sedikit: 

  1. sesuai dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air;
  2. memenuhi persyaratan teknis administrasi;
  3. mendapatkan persetujuan dari para pemangku kepentingan di kawasan Sumber Daya Air; dan
  4. memenuhi kewajiban biaya Konservasi Sumber Daya Air yang merupakan komponen dalam BJPSDA dan kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala BKAT Kementerian ESDM, Taat Setiawan (tengah) bersama tim depoklestari.com, Hendrik Isnaini Raseukiy dan Dara Nuzzul Ramadhan (kiri-kanan).

Dijelaskan oleh Kepala Balai Konservasi Air Tanah, Badan Geologi Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Taat Setiawan, menyebutkan tentang regulasi turunan dari undang-undang itu akan dilaksanakan.

“Pihak yang mengeluarkan izin pengelolaan air tanah adalah di DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) provinsi. Jadi nanti mendatang, kalau mau menggunakan air tanah itu, kita harus dapat rekomendasi teknis dari kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) selaku pengelola SDA wilayah sungai. Nah, di situ kita berkoordinasi dengan PUPR di situ ada air permukaan, tidak. Kalau ada air permukaan dengan kuantitas dan kualitas yang mumpuni, maka nantinya, air tanah sudah tidak bisa digunakan lagi,” ungkapnya di kantornya di bilangan Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara, DKI Jakarta,  Senin (21/6/2022).

Syarat Rekomendasi dari BUMD Setempat

Itu baru syarat yang pertama, kata Taat. Pada syarat yang kedua, pengusaha yang akan membangun sumur bor baru akan dimintai surat keterangan dari perusahaan atau badan usaha milik daerah (BUMD) bidang air jaringan perpipaan setempat yang menyatakan bahwa di daerah yang akan dibangun sumur bor memang tidak ada jaringan air perpipaan.

 “Jika di situ ada keterangan dari pemegang otoritas permukaan bahwa di situ tidak ada jaringan air perpipaan, terus dari PUPR menyatakan di situ tidak ada air permukaan yang memadai, baru kami bisa menindaklanjuti itu untuk pembuatan rekomendasi teknis. Kalau salah satunya ada (air permukaan/jaringan air perpipaan), kami tidak akan melanjutkan,” jelasnya lagi. 

Sebut Taat Setiawan, prosedur tersebut berlaku bagi pelaku industri yang akan memanfaatkan air tanah pada zona biru (aman) dan kuning (rawan) pada Peta Konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah Jakarta.

“Zona hijau (imbuhan), pink (kritis), merah (rusak), ga boleh diambil. Kalo daerah imbuhan jelas tidak boleh diambil di PP (peraturan pemerintah) turunan selanjutnya. Kota Depok ga perlu (mengikuti prosedur) kaya gini, karena memang ga boleh ambil air tanah,” tutupnya.

Ketentuan zonasi ini termaktub dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 195.K/HK.02/MEM.G/2021 Tentang Penetapan Zona Konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah Jakarta bahwa memutuskan: 

Taat Setiawan sedang menerangkan penetapan zona konservasi air tanah CAT DKI Jakarta.

Kesatu: Menetapkan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah Jakarta yang dibagi menjadi zona perlindungan dan zona pemanfaatan.

Kedua: Zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah Jakarta sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu dituangkan dalam peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan atas cekungan air tanah Jakarta dan peta zona konservasi air tanah pada sistem akuifer tertekan tengah cekungan air tanah Jakarta sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan menteri ini dan peta dalam bentuk digital dengan skala 1:100.000 ( satu banding seratus ribu ).

Ketiga: Peta zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah Jakarta sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua dengan luas 1.465,5 km² dalam wilayah administrasi:

a. Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten;

b. Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Utara, Kota Administrasi Jakarta Timur, dan Kota Administrasi Jakarta Barat, Provinsi Daerah Khusus Ibukota ( DKI ) Jakarta. 

Dan c. Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Depok ,dan Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, pada koordinat 106° 36′ 32,54″ sampai dengan 107° 04′ 04,78″ Bujur Timur dan -06° 00′ 43,50″ sampai dengan -06° 26′ 58,23″ Lintang Selatan dengan uraian sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini. 

Keempat: Peta Zona Konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah Jakarta menjadi dasar bagi pemberian rekomendasi teknis untuk perizinan berusaha penggunaan sumber daya air dengan sumber air berupa air tanah, persetujuan pemakaian air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta, serta dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Kelima: Rekomendasi teknis untuk izin pengusahaan dan pemakaian air tanah yang diterbitkan sebelum ditetapkan Keputusan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin pengusahaan dan pemakaian air tanah. 

Keenam: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2021. (*)

Penulis: Dara Nuzzul Ramadhan
Editor: Hendrik I Raseukiy